Bagaimana pertemanan kita saat media sosial muncul?

Morning Pages
2 min readDec 3, 2022

Media sosial menciptakan kesan atas suatu hubungan dengan berbagai perspektif dari orang yang melihat status tersebut. Semua berujung menjadi sebuah prasangka.

Photo by Hello I'm Nik on Unsplash

Seperti cerita yang bermunculan saat menjelang lebaran. Aku sendiri memantau foto makanan, angpau, serta kado yang disertai dengan ucapan terima kasih dan tag orang yang memberinya. Pastinya ada banyak anggapan yang bermunculan atas postingan tersebut.

Yang ada dalam benakku dan mungkin benak teman-teman saat melihat hal tersebut : ‘ wah senang ya, si a dikirimi sesuatu. Wah si a bertemannya sama yang tajir-tajir. Wah si a harus balas kirim lagi nggak ya. Lho kok aku nggak ada ngirimi ya? Lho kok pas aku ngirimi nggak dimention?

Seringkali berakhirnya kok ngenes, ya. Wkwk

Tidak dipungkiri saya sendiri pernah merasakan hal demikian. Ketika di–mention, hati merasa bahagia. Ketika nggak di–mention, rasanya jadi kesal sama orang tersebut. Prasangka pun bermunculan. Kenapa kok dia begitu sih?

Lho, kamu padahal harusnya yang bertanya pada dirimu sendiri, kenapa kamu mempermasalahkan hal seperti itu sih?

Iya kan!

Perspektif media sosial adalah perspektif subjektif kita. Kita tidak bisa mengendalikan apa–apa yang dilakukan oleh orang lain. Pun prasangka kita bisa jadi benar dan tentu bisa juga tidak benar.

Yang menjadi masalah ketika prasangka itu lalu dibarengi dengan cara kita menjalin komunikasi setelah orang tersebut. Kita menjadi dengki, kesal, menjauh, dan malas untuk bertemu. Kita merasa orang tersebut salah dan harus minta maaf.

Padahal, mungkin nggak begitu sebenarnya.

Tapi kadang saya sendiri pun suka heran dengan orang yang membeda–bedakan yang mana bestie, yang mana yang dipost dengan mention dan tidak, serta mereka yang menyengaja (bukan karena khilaf lho ya) untuk tidak menganggap kita. Kenapa gitu?

Ah, tapi memang kan kita nggak bisa mengatur apa yang orang lain lakukan. Yang paling penting itu kita dan cara kita merespon hal tersebut. Kalau sudah begini saya biasanya diingatkan untuk perbanyak istighfar, kendalikan diri, pikirkan hal yang baik, dan berdoa agar dijauhkan dari penyakit hati.

Sungguh, penyakit hati itu nggak baik.

Suami saya pun bilang, kalau kita memang tidak bisa membuat semua orang senang dengan kita, tapi pasti kita bisa, dengan sengaja atau tidak, untuk menyakiti orang lain.

Mohon dimaafkan ya teman-teman kalau saya berbuat sesuatu yang menyakiti kalian 😀

--

--

Morning Pages

Hai, i am Ghina. i wrote my life experiences, parenting, and minimalist life in https://ghinarahmatika.com