Berkabung dalam Jarak

Morning Pages
2 min readDec 10, 2024

--

Pagi tiba dan aku terbangun. Menengok smart watch yang melekat. Selain melihat waktu juga pesan-pesan yang bereliweran pun akhirnya ku baca. Dan menyesakkan. Kabar duka kembali datang di waktu subuh yang sepi.

Pikiranku yang baru tersadar lalu terhenyak oleh berbagai bayangan-bayangan silam yang kelam. Terbangun di pagi yang menandakan aku masih diberi hari tuk bernapas, tapi juga menjadi hari di mana aku mendapati kabar duka dan kehilangan.

Berkabung dalam jarak ribuan kilometer membuatku pilu. Hanya bisa terus merapal doa. Terus bertanya tentang kabar. Mencoba sesekali menyalakan jaringan video tapi yang ada hanya isak tangis yang semakin menderu. Tak mampu berkata banyak, tapi malah kami mengisak bersama-sama.

Maka telpon aku matikan segera.

Aku ingin menikmati duka, meratapi kepergian sambil memeluknya, menangis bersama-sama dengan orang-orang tercinta lainnya, berpelukan dalam basahnya pipi penuh airmata, lalu mengiringi mereka yang pergi bersama-sama menuju kuburannya.

Tentang duka, sekarat, dan kehilangan ini tentunya memang akan melekat dalam kehidupan kita. Karena manusia semua memang akan kembali padaNya. Tapi tentang bagaimana kita merespon duka dalam jarak ini yang membuat acapkali bingung untuk menjalani kedukaan.

Seperti halnya kenangan masa kecilku dulu saat nenek meninggalkan kami semua. Karena hanya kehilangan nenek yang aku rasakan kepergiannya membekas dalam hidupku. Karena aku bisa disampingnya sedari sakit lalu sekarat hingga beliau menutup mata.

Yang terkenang saat itu, semua orang berdatangan, mengisak bersama, membaca yaasiin dan berbagai doa bareng-bareng, menguatkan nenek sembari mengelus-elus anggota tubuhnya, membantunya untuk melafalkan kalimat-kalimat thayyibah, hingga kami bersama-sama melafalkan innalillah dan tangisan membuyar beriringan dengan kepergiannya.

Kenangan menyedihkan tapi berkesan dalam hidupku. Kepergian yang penuh kebersamaan.

Kini dalam jauh aku hanya bisa merapal berbagai doa. Mengenang berbagai kenangan-kenangan bersama mereka yang pergi, dan mencoba mengambil hikmah dari kepergiannya.

Tak bisa banyak yang bisa kulakukan.

Rasanya ingin berduka dan menikmati duka lama-lama. Tapi kehidupan manusia yang diberikan napas ini harus terus berjalan. Rengekan manusia-manusia kecil dan krutuk perut yang memanggil harus dipenuhi. Karena kita manusia yang masih diberi napas oleh Tuhan.

Aku memang tidak bisa langsung memegang pusara terakhirnya, tapi semoga Allah mampukan aku untuk dapat menengok pusaranya suatu saat nanti. Aku tidak bisa memeluknya saat pergi, tapi kenangan dan kebaikannya akan selalu menjadi pegangan yang kan kubalut dalam doa. Aku menyayangi kalian yang telah berpulang untuk bertemu denganNya. Dengan kasih sayangNya, semoga Allah jadikan kuburanmu lapang, amal kebaikan dan keshalehanmu menjadi wasilah menuju surga.

Percayalah, doa kami, ngaji kami, yaasiin kami, fatihah kami, tahlil kami, akan selalu kami hadiahkan untuk mengiringimu di alam kubur sana.

--

--

Morning Pages
Morning Pages

No responses yet