Nishfu Sya’ban dan Rezeki Kebaikan

Morning Pages
3 min readMar 22, 2022
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Malam nishfu sya’ban kemarin, saya melihat postingan Ibu Halimah Alydrus, salah satu pendakwah perempuan, yang menyarankan untuk menikmati malam-malam nishfu sya’ban dengan penuh kekhusyukan. Pasalnya, malam nishfu sya’ban ini adalah salah satu malam mulia yang mana di dalamnya sebisa mungkin kita manfaatkan diri untuk selangkah lebih dekat kepadaNya.

Di malam itu kita juga disarankan untuk membaca yasin tiga kali dengan niat yang berbeda. Niat untuk yasin pertama untuk dipanjangkan umur dalam taat. Yasin kedua agar dikaruniai rezeki dhohir bathin yang halal dan Yasin ketiga agar dihadiahi kematian dalam husnul khatimah.

Pada niat kedua ini, kita seringkali membayangkan inginnya rejeki berupa uang yang melimpah, punya mobil, rumah besar, bisa pergi-pergi dan beli-beli tanpa mikir kondisi keuangan dan lain sebagainya.

Pikiran kita masih saja tentang materi ketika dikaitkan dengan rezeki. Saya pun begitu. Saat itu niat yang saya lafalkan diiringi dengan keinginan tentang rumah, rejeki melimpah, dan kondisi keluarga yang cukup dan baik.

Lalu tiba-tiba di postingan di selanjutnya, Ibu Halimah Alaydrus mengingatkan saya tentang konsep rezeki yang seharusnya kita pinta lewat potongan video ceramahnya.

Rezeki bukan saja tentang materi. Dekat dengan orang baik, rezeki. Lingkungan yang mendukung kondisi kita, rezeki. Melewatkan hari dengan penuh manfaat itu juga rezeki.

Seperti tertampar, melihat video beliau saya jadi teringat perjalanan saat menuju ke Belanda ini. Ditengah segala kelimpungan urusan, ketakutan akan bagaimana nanti hidup di sini, serta bagaimana memenuhi kebutuhan finansial selama di sini, tiba-tiba kami didekatkan dengan orang-orang baik yang menawarkan bantuan berupa penawaran kerja, kemudahan tempat tinggal, serta urusan pemenuhan barang pun terpenuhi tanpa perlu banyak mengeluarkan biaya banyak.

Ini adalah rezeki yang sudah digariskan olehNya untuk kami. Tentu saja kami perlu bersyukur atas apa-apa yang telah kami terima ini.

Orang-orang bilang, kebaikan orang-orang di rantau yang berasal karena berasal dari satu negara membuat kita merasa menemukan saudara. Tapi kalau menurut saya sendiri, bukan sekadar karena kita di rantau saja. Tapi Tuhan sudah mengaruniakan kita untuk dekat dengan orang-orang baik.

Di mana pun kita, kita bisa saja bertemu dengan orang baik juga orang jahat. Tapi atas limpahan kasih sayangNya membuat kita dapat dipertemukan dengan orang-orang baik.

Lalu bagaimana untuk membalas kebaikan tersebut?

Ya, entah karena sungkan atau tidak enakan, kita seringkali merasa untuk membalas kebaikan tersebut. Padahal kebaikan tidak selalu harus dibalas pada saat itu juga, serta pada orang yang sama juga.

Ada istilah yang dinamakan gethok tular. Untuk saling menebarkan kebaikan.

Kita semua seharusnya wajar untuk bersikap baik kepada orang lain. Kebaikan itu adalah perintah Tuhan, yang mana kita akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan saat melakukannya.

Jadi kebaikan itu bukan seharusnya untuk balas-berbalas. Tapi kebaikan itu seharusnya disebarkan dengan istilah gethok tular itu. Kebaikan kita dibalas atau tidak itu bukan urusan kita.

Mungkin memang kita akan merasa lebih berhutang untuk membalas kebaikan karena sudah dibantu banyak orang. Tapi kita bisa membalasnya dengan membantu orang lain juga, mendoakan orang-orang yang sudah membantu kita agar hidupnya berkah, dan mengirimkan fatihah untuk kebaikan orang–orang tersebut.

--

--

Morning Pages

Hai, i am Ghina. i wrote my life experiences, parenting, and minimalist life in https://ghinarahmatika.com