Pintu Yang Terbuka
Pintu yang terbuka bisa menjadi pembuka rejeki untuk kita maupun orang lain.
Pagi tadi, Nahla dan saya menyempatkan berjemur. Pagi ini cuaca sangat cerah. Mentari menyapa kami lebih awal, sinarnya pun tak sungkan untuk menghangatkan tubuh yang merapuh.
Sembari berjemur, aku mengajak Nahla mengobrol, sesekali aku sedikit memaksanya untuk lebih lama duduk menikmati kehangatan mentari pagi ini. Dia sedang tidak enak badan. Batuk dan flu menghinggapinya belakangan ini. Kehangatan pagi ini bisa membantunya, bukan? Ya, aku percaya.
Kami berjemur dengan membuka pintu depan cukup lebar, namun kami masih di dalam rumah. Kebetulan cerahnya pagi ini sampai masuk ke dalam rumah. Nyaman dan hangat sekali berjemur kali ini.
Kebetulan depan rumah kontrakan ini adalah jalan kecil. Aku tak begitu mengenal orang-orang yang lalu lalang tersebut. Namun tiba-tiba seorang Ibu mencoba menyapa kami, menyapa lebih hangat.
Oh, ternyata beliau ingin menawarkan jualannya. Ketika si Ibu masuk dan membuka gerbang rumah, aku langsung bergegas ke dalam rumah. Mengambil kerudung, masker dan dompet.
Tidak mungkin rasanya menolak untuk membeli. Toh, si Ibu sudah di dalam rumah dan menggelar lapaknya. Beliau menawarkan donat kepada kami.
‘Nyuwun sedekahe nggih, Mbak. Niki usaha kulo. Mugo podo seneng’, tutur si Ibu sambil menaruh donat tersebut di piringku.
Tiga buah donat sudah ada di piring yang kusiapkan. Lumayan, jadi cemilan untuk nanti siang, pikirku.
‘Matursuwun nggih, Mbak. Mugo-mugo mbak sedoyo sehat selamat lancar rejekinya’, tukas si Ibu sembari membenahi dagangannya.
Aamiin.
Ucapan terakhir si Ibu cukup melarutkan pikiran saya. Doanya bisa jadi tulus atau sekadar untuk membuat kami bahagia karena sudah membeli dagangannya. hmm, who knows?
Namun, tiba-tiba saya terpikirkan, apa jadinya jika pintu depan tidak kubuka? atau aku dan Nahla tidak sedang berada di depan pintu depan tersebut?
Bisa jadi pintu rejeki untuk si Ibu tersebut tidak ada. Membuka pintu berarti bersedia membuka rejeki untuk kita maupun orang lain, Begitu kah?
Ah, aku jadi teringat ketika kami tinggal di Kalimantan. Kami tinggal di komplek perumahan. Dalam satu deret, hanya rumah kami yang tidak memiliki pagar. Bisa ditebak, dalam sebulan bisa datang 2–3 orang yang meminta sumbangan dan seringnya berhasil ke rumah kami saja, karena rumah yang lain terhalang tembok dan selalu sepi.
Meski aku bukan tipe orang yang suka membuka pintu depan, namun ternyata dari kejadian hari ini aku mendapati pelajaran berharga seperti ini. Tak ada salahnya untuk membuka pintu, seperti kamu mencoba untuk lebih membuka mata, hati dan telinga, bisa jadi dengan belajar lebih membuka ada uluran tangan kita yang berarti bagi mereka.