Serba-serbi beli template

Morning Pages
3 min readAug 24, 2020

--

Saya melihat sebuah blog yang penuh ramai dengan komentar. Beliau ternyata memang sangat aktif dalam membuat postingan baru ataupun saling berkomentar. Komentarnya pun bisa panjang-panjang sekali. Saya jadi terinspirasi, jadilah saya beli template.

Photo by Arnel Hasanovic on Unsplash

Lalu saya tengok blog saya. Ternyata kolom komentar saya bermasalah. Susunannya sangat tidak enak untuk dibaca dan saya terlihat sangat tidak komunikatif. Tidak berurutan, sehingga tidak seperti sedang menimpali orang yang sedang merespon obrolan. Saya jadi kesal berhari-hari. Otak-atik html tetap saja tidak mengerti, tanya teman pun tak terpecahkan juga masalahnya.

Kenapa saya memikirkan hal tersebut dan merasa hal tersebut menjadi penting?

Pertanyaan tersebut baru muncul malam ini. Setelah saya memutuskan untuk membeli template. Dengan maksud ingin seminimalis mungkin tampilannya, ternyata ujung-ujungnya menghabiskan waktu saya, banyak otak-atiknya, sedih karena ada beberapa widget yang hilang, meski lumayan memuaskan juga. Penyesalan selalu datang terakhir ya, hiks

Blogwalking : saling mengunjungi blog orang lain untuk menjalin silaturahmi

Begitu kira-kira yang menjadi alasan saya tiga hari yang lalu. Saya tidak ingin menjadikan blog hanya sebagai sesuatu yang saya simpan sendiri. Saya ingin membaginya dan saya pun ingin mendapatkan keuntungan, bertambah relasi, salah satunya.

Bulan ini, selain pemikiran tersebut muncul, saya juga sedang menyibukkan diri dengan kelas SEO dan content creator. Bukan sesuatu yang baru juga buat saya, tapi keinginan yang lebih besar untuk menguasainya baru muncul saat ini. Lagi dan lagi, pertentangan kedua hal ini selalu muncul dan membuncah dalam benak saya.

Saya yang agak introvert dan tidak siap dengan keramaian media. jadi hal-hal semacam ini terkadang menarik namun seringnya saya tidak siap sendiri.

Praktik Minimalisme dalam Media

Belajar tentang hal baru memang sangat menyenangkan. Apalagi menguasai hal yang sedang digaungkan belakangan ini. Siapa sih yang mau kudet, ketinggalan info, nggak terkenal, nggak viral bahkan?

Kenapa berkaitan dengan viral, FOMO, dan media? Karena ketika ingin terjun untuk menjadi seorang content creator, freelancer, ataupun influencer, kekuatannya ada dalam media.

Hal ini yang bertentangan dengan prinsip yang sedang saya jalani belakangan ini. Saya sedang benar-benar ingin fokus untuk melakukan gaya hidup minimalis dan saya cukup tenang dengan tidak begitu terpaut dengan berbagai media sosial.

Dalam tiga hari mengurus template, saya bahkan baru nulis malam ini, itupun di Medium bukan di self hosted blog saya. Saya sadar, memang melakukan hal-hal yang berbau dengan sesuatu yang tidak simpel itu justeru membatasi pemikiran kita. Saya sih merasanya begitu.

Untuk di Medium ini, tetiba fikiran saya lebih mengalir, ide saya untuk menulis lebih mudah, dan fikiran lebih tenang karena tidak ada yang perlu diutak-atik, dipilah-pilih dan dibaca ulang.

Jujur saja, kendala saya dalam menulis adalah typo. Berulang-ulang saya baca tulisan di blog saya, maupun di pesan whatsapp, saya orang yang typo-nya agak kebangetan. Ada aja typo yang muncul. Antara nggak teliti dan memang pengaturan typing yang memang sok tahu sih. Paham kan maksudnya? Mau nulis dr yang kepanjangan ‘dari’ eh malah tiba-tiba berubah sendiri jadi Dr yang berarti Doktor. Sok tahu kan? haha

Yah, begitulah pokoknya. Jadi healing menulis dan pesan minimalisme itu terasa banget dalam Medium ini. Terimakasih, Medium.

--

--

Morning Pages
Morning Pages

Responses (2)