Setelah Selesai Sholat

Setelah salam terucap dan muka berlenggok ke kanan dan kiri, ingin sekali rasanya jiwa ini segera beranjak. Kita terburu-buru beranjak usai sholat, untuk apa?

Morning Pages
3 min readApr 15, 2021
Photo by Sangga Rima Roman Selia on Unsplash

Menjalani ibadah sholat sendiri, seringkali ingin sekali saya beranjak untuk segera terbangun dari singgasana saya sholat. Sekalipun saya mencoba menyabarkan diri sembari berkata pada diri sendiri :

Duduklah yang lama sesuai sholat, nikmati ketenangan sembari melafalkan apapun yang kau pinta pada TuhanMu. Bukankah usai sholat salah satu waktu yang maqbul untuk berdoa?

Jujur, berkali-kali saya mencoba, berkali-kali itu pula saya kalah oleh keinginan saya. Keinginan yang tidak memberi kebahagiaan. Aih, ini syetan kah yang menggodaku untuk segera beranjak dari sajadah ini? Malah mencari kambing hitam.

Sholat sendiri itu memang penuh dengan pilihan. Ingin khusyuk, ingin terburu-buru, ingin menangis, atau malah pikiran melayang kemana-mana hingga lupa hitungan roka’at, kita yang mengendalikannya.

Beda sekali dengan shalat jama’ah. Terlepas dari iming-iming jumlah pahala, sholat jama’ah memberi kita tuntunan. Setidaknya kita tidak berjalan sendiri, ada yang menuntun.

Saat di kampung, setelah sholat, wiridan dengan berbagai macam kata-kata talbiyah seperti tasbih, hamdalah, takbir dan tahlil beserta doa pamungkasnya adalah hal rutin. Meski kadang untuk pencitraan, tapi saya suka untuk mengikuti wiridan tersebut hingga doa usai.

Lain cerita jika saya sholat sendiri. Kuasa memilih untuk melakukan atau tidak melakukan ada di tangan kita. Mau di kampung atau di manapun, jika sholat sendiri, hanya tahan 5 menit untuk tetap duduk setelah sholat.

Semalam, setelah sekian lama tidak meraskan sholat jamaah di Masjid, akhirnya saya ke Masjid lagi. Terawihnya 8 rokaat dengan pembagian 4 rokaat dua kali, diakhiri dengan witir 3 rokaat sekaligus.

Meski saya terbiasa dengan terawih 23 rokaat, ini tentu bukan hal baru karena perbedaan dalam hal ini sudah dimaklumi. Toh, ini wajar.

Pemandangan yang cukup menggelitik saya adalah kejadian setiap selesai sholat. Karena kebetulan saya berada di baris belakang, saya jadi bisa melihat pemandangan sekitar masjid, bahkan hingga tingkah jama’ah pun terlihat.

Setelah 4 rokaat selesai, tidak ada doa. Sepertinya sang Imam lebih memasrahkan doa kepada masing-masing makmumnya. Namun sayangnya, alih-alihnya berdoa, para makmum di sekitar saya malah langsung memegang gawainya, mengecek media sosial, atau ngobrol dengan kawannya.

Ah, saya jadi ingat masa kecil saya. Tapi, dulu meski sudah ada gawai, nggak kepikiran untuk membawa gawai sama sekali. Di musola, bertemu dengan teman adalah satu hal yang saya senangi. Tapi, entah jika tawaran gawai sudah secanggih sekarang.

Tiba-tiba saya mengandai-andai : coba Imam masjid ini mengajak makmumnya untuk wiridan bersama-sama. Setidaknya, meskipun orang-orang tidak hafal dengan apa yang diwiridkannya, dengan seringnya mendengar, lama-lama akan ikut melafalkan. Baik sadar maupun tanpa sadar.

Makanya, orang-orang bilang, bersama-sama itu setidaknya ketika lupa ada yang mengingatkan, atau sekedar pencitraan karena malu jika tidak ikutan pun tidak apa-apa. Saya rasa ini lebih baik dari melihat pemandangan di atas.

Setidaknya, ini peringatan juga buat saya untuk memperbaiki ibadah sendiri saya. Jangan merugilah ya. Udah dapat pahalanya satu karena sholat sendiri, eh malah terburu-buru untuk beranjak juga usai sholat. Untuk apa? Bisa jadi jalan rejeki dan kemudahan akan hadir lewat duduk kita yang berlama-lama seusai sholat.

Setelah selesai sholat, mintalah sepuasnya apa yang kamu inginkan kepadaNya.

--

--

Morning Pages

Hai, i am Ghina. i wrote my life experiences, parenting, and minimalist life in https://ghinarahmatika.com