Unggah-Ungguh Bahasa

Morning Pages
2 min readMar 10, 2022

Kamu lebih suka menerima pesan orang yang mengawali dengan salam, perkenalan diri lalu mengutarakan maksud, atau orang yang langsung saja mengutarakan maksud tanpa aling-aling perkenalan?

Photo by Jason Leung on Unsplash

Sebelum saya mengenal lebih jauh tentang cara berkomunikasi yang demikian, saya akrab terlebih dahulu dengan yang namanya unggah ungguh dalam bahasa daerah yang saya pelajari. Jawa dan Sunda.

Unggah ungguh dalam bahasa daerah itu unik. Sebagai orang sunda, saya paham hal beginian karena di sekolah ada pelajaran bahasa Sunda halus. Sayangnya dalam praktik bermasyarakat, tidak begitu dipraktikkan. Tapi saya cukup beruntung karena di rumah diajarkan menggunakan bahasa sunda halus. Otomatis malah saya berbicara dengan menggunakan bahasa sunda halus kepada siapapun. Termasuk teman-teman saya.Rasanya lebih sopan dan lebih enak aja di dengar.

Melanjutkan kuliah di Yogyakarta dan tinggal di lingkungan pondok pesantren membuat saya mau tidak mau harus belajar bahasa Jawa halus. Ya nggak begitu banyak sih yang saya pelajari. Kebetulan kyai dan bunyainya kadang sering menggunakan bahasa Indonesia juga. Kalau pun pakai bahasa jawa saya seringnya cukup jawab nggih nggih aja.

Saya baru paham betul dan kagum dengan nilai unggah ungguh ini saat seorang teman dekat telponan dengan orangtuanya. Dia yang arek jawa timuran biasanya cak cuk cak cuk gitu tetiba jadi terlihat lebih berkharisma saat ngobrol dengan menggunakan bahasa jawa halus.

Oh, penerapan bahasa itu kayak bunglon ya. Ngomong sama yang seumuran atau lebih kecil kita dibolehkan menggunakan bahasa ngoko, Kalau sama yang lebih tua, pastinya gunakan bahasa kromo inggil.

Sebagai orang keturunan sunda, ya meskipun nggak sunda banget karena bukan asli jawa barat, kami lebih terbiasa menggunakan tingkatan bahasa sunda kromo hampir kepada sesiapapun. Jadi cukup privilege-lah saya yang dapat didikan sunda halus di rumah tuh.

Saya senang menggunakan bahasa halus, baik jawa maupun sunda. Memang selain lebih sopan juga membuat kita lebih nyaman saat berkomunikasi dengan lawan bicara. Apalagi kalau lawan bicara kita memang orang yang lebih sepuh maupun orang tersohor.

Adab dalam berbicara terasa benar saat kita bisa menerapkan bahasa sesuai dengan lawan bicara kita. Dulu, orangtua saya sengaja mengajarkan anak-anaknya menggunakan bahasa sunda halus karena value berupa sopan santun dan menghormati benar-benar terasa saat kita menggunakan bahasa halus tersebut.

Dalam praktiknya, berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan membuat orang yang mendengarkannya nyaman menjadi hal utama. Tidak hanya penerapan bahasa daerah saja. Bahasa Indonesia maupun bahasa asing pun telah memiliki tata cara tersendiri yang mengajarkan kita cara berkomunikasi dengan sopan.

Memahami adab dalam berbicara membuat orang memiliki value tanpa melihat jabatan, keahlian, pekerjaan dan lainnya. Misal tiga kata utama yang sudah kita kenal sebagai magic words ‘maaf, permisi, dan terima kasih’. Orang yang mengucapkannya pasti lebih terlihat sopan.

Sesederhana itu, namun hasilnya bisa berpengaruh pada kelanjutan relasi dan cara komunikasi kita dengan orang lain, ya.

--

--

Morning Pages

Hai, i am Ghina. i wrote my life experiences, parenting, and minimalist life in https://ghinarahmatika.com